MAKASSAR - Pemungutan suara pemilihan umum tahun 2024 tinggal menghitung hari. Para kontestan Pemilu pun melakukan berbagai upaya dalam mempengaruhi pemilih, tidak terkecuali bagi partai politik yang memiliki kekuasaan atau tergabung dalam koalisi pemerintahan.
Salah satu instrumen yang seringkali dilakukan yaitu melalui kontrol terhadap bantuan sosial (Bansos). Bansos yang idealnya dibagi kepada masyarakat miskin untuk mengurangi beban karena tekanan ekonomi kemudian dialokasikan bagi pendukungnya.
Upaya ini dinilai tidak etis dan tidak seharusnya terjadi. Hal ini disampaikan Masmulyadi, SH., M.Sc., Direktur Lembaga Penelitian Sosial dan Demokrasi (LPSD) dalam wawancara via telepon di Makassar, Senin, 29 Januari 2024.
"Secara etik, politisi harus tau bahwa Bansos itu tidak berpartai, siapa saja yang masuk kategori miskin harus diberikan. Tanpa perlu ada ikatan milih caleg ini atau itu, " ungkap Direktur Lembaga Penelitian Sosial dan Demokrasi (LPSD), Masmulyadi, (29/1/2024).
Baca juga:
Tony Rosyid: Seribu Cara Jegal Anies
|
Karena itu alumni UGM ini menghimbau agar Bawaslu mengawasi penyalahgunaan Bansos yang dapat menimbulkan masalah ketidaksetaraan dalam kampanye bagi kontestan pemilu 2024 ini.
"Bawaslu harus cegah praktik penyalahgunaan Bansos, awasi dan buat rekomendasi kepada institusi lain yang memiliki wewenang, " pungkasnya.
Mantan Komisioner KPU Selayar ini juga meminta agar masyarakat tidak perlu terganggu dengan tekanan dari Caleg tertentu yang memaksa pilihannya demi Bansos.
“Pastikan tetap fokus pada pilihan politiknya. Ini tidak ada hubungannya dengan Bansos. Jadi, kalau ada ancaman misalnya tidak diberi Bansos bila tidak memilih Caleg tertentu, tidak perlu dihiraukan, ” tambahnya.
Masmulyadi meminta agar Bawaslu di Kabupaten bisa menindak para Caleg yang menekan lewat Bansos.
“Bawaslu perlu tindaki Caleg yang mengatasnamakan Bansos karena ini merusak tatatan demokrasi. Jangan menakut-nakuti pemilih dengan intimidasi yang menyesatkan, ” pungkasnya.